seperti biasa, hari hari ku isi dengan membaca
kubuka facebook
aku lihat postingan teman seperjuangan,
aku baca perlahan
tak terasa airmata mengalir
kubuka facebook
aku lihat postingan teman seperjuangan,
aku baca perlahan
tak terasa airmata mengalir
Percayalah, aku pernah mencobanya. Saat aku belum terbiasa hidup dengan cuci darah.
Jangan tanya 'apa yang kamu rasa?'
Karna pasti aku menjawab tidak ada apa-apa, semua baik-baik saja. Padahal jika kau tahu, keluhan penyandang gagal ginjal itu menyumpal penuh di dalam diri. Salah makan saja kondisi badan bisa berubah. Tapi kami sudah terbiasa. Apa yang kami makan, minum, dan lakukan pasti memiliki resiko yang harus dipertanggungjawabkan. Saat kami nekat melanggar pantangan terlalu banyak, saat itulah kami harus berani 'sakit'. Jika sudah demikian, apalagi? Mengeluh sudah terlalu sering. Hanya merasakan, dalam diam yang bisa kami lakukan.
Memang itu konsekuensi, kami yang makan kami yang merasakan. Tapi kami hanya ingin mensyukuri apa yang ada di meja. Apa yang keluarga punya.
Keluhan badan kami bukan hanya dari makanan apa yang masuk. Juga dari setiap tetes air yang masuk. Bukankah nikmat, saat siang panas meneguk segelas air es? Kami tahan haus demi menyayangi tubuh kami. Yang sdh kehilangan fungsi ginjal dan tak dapat mengatur asupan air dalam tubuh. Bayangkan saja, air masuk dan tak bisa keluar. Kami harus menunggu hari cucidarah untuk mengeluarkannya. Kami hanya tak mau berfikir badan ini tandon air. Lebih baik kami mengeluh cuaca panas dan tenggorokan haus tapi tidak memberatkan tubuh ini.
Belum lagi saat cucidarah, segala hal bisa terjadi. Termasuk drop dan tak kembali. Tapi kami dilatih untuk mengatasi. Semua karna terbiasa. Terbiasa merasakan, terbiasa mengatasi, terbiasa mengeluh..
Saat sudah diam, itulah saat kami sudah tak berpura-pura kuat. Saatnya sungguh menjadi kuat.
Satu perumpamaan yang sangat familiar, bahwa untuk menjadi pedang tajam besi harus ditempa terlebih dahulu. Seperti itulah harusnya manusia dibentuk. Tetapi
Tuhan tidak akan menempa lebih dari kekuatanmu.
Mengeluh saja, menangis saja, jangan pura-pura kuat. Karna saat nanti kau lulus uji, tawamu akan lepas mengingat saat dimana kau sedang di uji.
Demikian kami, kami sering mentertawakan diri sendiri saat ingat sakit lalu mengeluh bagai bayi. Memalukan. Itulah kenapa semakin lama penyandang gagal ginjal bertahan, semakin jarang kau dengar ia mengeluh.
@obajahanur (Instagram)
seperti itulah rasa yg selama kami rasakan, tulisan mas obaja ini mewakili apa yang kami rasakan
setidaknya kami tidak sendiri, semangat dan semangat